Rabu, September 08, 2010

FIQH ZAKAT


I. NISHAB

A. PENGERTIAN NISHAB

Nishab adalah batas minimal harta yang diberi zakat.



B. Nishab Untuk Zakat Fitri.

• Yaitu dari makanan pokok yang lebih dari kebutuhan keluarga untuk satu hari satu malam, hari raya dan yang dikeluarkan 2,5 kg / jiwa atau dengan uang seharga beras tersebut.



C. Zakat Maal, Nishab dan Prosentase Zakatnya

• Zakat Maal / Profesi ini seperti penahsilan seseorang yang dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti gaji, honorarium, komisi, pengahsilan dokter, uang rapel dan lain – lain.

• Nishabnya untuk zakat ini adalah setara dengan 85 gram emas ( Standard BAZ Jatim ), dengan angka prosentase pungutan zakatnya = 2,5 % dari pendapatan seseorang tersebut.



II. MUSTAHIK YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

A. FAKIR MISKIN

Ialah orang yang sangat membutuhkan, karena tidak dapat mencukupi kebutuhan primer.

Dalam hal ini zakat dapat diberikan kepada, antara lain :

 Orang yang tidak memiliki harta.

 Orang yang tidak sanggup bekerja karena lemah fisik, invalid / cacat, seperti buta, lumpuh, lanjut usia dan sebagainya.

 Orang yang mempunyai harta, akan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

 Orang yang sanggup bekerja, akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.

 Orang yang tidak mempunyai mata pencaharian yang tetap dan tidak mencukupi kebutuhannya.



B. AMIL ( BADAN AMIL ZAKAT )

Pemberian zakat untuk bagian ini adalah merupakan biaya eksploitasi Badan Amil Zakat. Petugas – petugas zakat dapat diberi honorariummenurut kedudukan dan prestasi kerjanya, secara wajar ( menurut Imam Abu hanifah dan Imam Malik ).

Untuk biaya eksploitasi Badan Amil Zakat ini secara keseluruhan dapat diambilkan maksimal 1/8 ( seperdelapan ) dari hasil pungutan zakat yang dikumpulkan ( menurut Imam Asy-Syafi’i ).



C. Al Muallafatu Qulubuhum ( Muallaf ).

Yaitu golongan yang diinginkan agar supaya hatinya dapat dilunakkan dan didekatkan kepada Islam atau dikokohkan imannya atau demi menghindarkan usaha – usaha jahatnya terhadap kaum muslimin atau demi menarik mereka untuk dimanfaatkan untuk membela kaum muslimin.

Muallaf itu ada dua golongan, yaitu :

 Dari golongan orang – orang Islam.

 Dari golongan orang – orang non Islam.

Zakat bagian Muallaf ini dapat didayagunakan untuk :

 Mereka yang imannya masih lemah. Pemberian zakat dalam hal ini bisa juga berupa buku – buku agama bagi muallaf yang kaya.

 Orang yang berpengaruh yang baru masuk Islam, dijinakkan hatinya dengan zakat, agar supaya keluarga dan masyarakatnya memeluk agama Islam.

 Untuk pembinaan orang – orang yang terasing ( golongan minoritas ) di daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama lain.

 Orang – orang yang berpengaruh terhadap orang – orang yang menentang zakat.

 Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya mereka memeluk agama Islam ( Hanabillah ).

 Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya tidak menyakiti, tidak mengganggu dan tidak memusuhi ummat Islam ( Hanabilah ).

 Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya memberikan bantuan atau membela kaum muslimin.



D. Ar – Riqaab.

Zakat untuk golongan ini dapat didayagunakan bagi :

 Pembebasan budak sahaya dari belenggu perbudakan.

 Menebus orang – orang Islam yang ditahan oleh musuh.

 Membantu negara Islam atau sebagian besar penduduknya beragama Islam yang sedang berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu kaum penjajah.

 Penebusan hukuman diyat / denda bagi narapidana muslim yang tidak mampu untuk membayar diyat / denda.

 Pembebasan budak temporer dari eksploitasi pihak lain, misalnya pekerja kontrak, ikatan kerja yang tidak wajar.



E. Gharimin

Yaitu orang – orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup membayar.

Misalnya :

 Orang yang jatuh pailit yang tidak dapat membayar hutangnya, agar supaya dapat membayarnya.

 Mengangkat orang yang jatuh pailit dalam usaha.

 Orang atau badan yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti hutang untuk pemeliharaan anak yatim piatu, hutang untuk membangun rumah sakit, untuk bangunan kepentingan agama, untuk biaya mendamaikan perselisihan.

 Orang yang meninggal dunia dan mempunyai hutang, sedangkan harta peninggalannya tidak cukup untuk melunasi hutangnya.



F. Fi Sabilillah

Yang disebut Fi Sabilillah yaitu jalan untuk menuju kepada keridhaan Allah. Sabilillah itu meliputi semua sarana kemaslahatan agama secara umum.

Kriteria seseorang yang disebut Fi Sabilillah yaitu :

• Sukarelawan yang berperang yang tidak mendapatkan gaji tertentu dari negara.

• Keluarga sukarelawan yang ditinggalkan selama perang.

• Orang-orang yang menderita akibat serangan musuh.

• Guru-guru agama, kyai, muballigh dan orang yang membawa misi Islam.

• Penampungan anak yatim piatu/cacat.

• Lembaga/badan/yayasan organisasi yang bergerak dalam lapangan sosial kemasyarakatan.

• Sarana pendidikan, asrama pelajar dan pondok pesantren. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.610-644)



F. IBNU SABIL

Yang disebut Ibnu Sabil adalah orang yang melintas dari satu daerah ke daerah lain. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.645).

Kriteria yang disebut Ibnu Sabil yaitu :

• Orang yang dalam perjalanan dan kehabisan biaya/perbekalan.

• Beasiswa pelajar yang menuntut ilmu di daerah/negeri lain dan dalam keadaan tidak mampu atau kehabisan biaya.

• Santunan kepada musafir non maksiat.



III. PEMBAGIAN ZAKAT

Berikut ini dijelaskan berapa bagian-bagian para mustahik dalam menerima zakat :

A. FAKIR MISKIN

Ada dua pendapat tentang berapa bagian untuk fakir miskin dalam menerima zakat yaitu :

1) Fakir miskin itu diberi zakat secukupnya dan tidak ditentukan menurut besarnya harta zakat yang diperoleh.

2) Fakir miskin itu diberi dalam jumlah tertentu dan besar kecilnya disesuaikan dengan bagian mustahik lain. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.528).



B. AMIL

Para Amil hendaknya diberi upah sesuai dengan pekerjaannya, tidak terlalu kecil dan tidak juga berlebihan. Menurut riwayat dari Syafi’i disebutkan amilin diberi zakat sebesar bagian kelompok lainnya, karena didasarkan pada pendapatnya yang menyamakan bagian semua golongan mustahik zakat. Kalau upah itu lebih besar dari bagian tersebut, haruslah diambilkan dari harta luar zakat. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal. 556).



C. MUALLAF

Menurut Imam Syafi’i, memberi zakat terhadap golongan Muallaf dari kaum muslimin terbagi menjadi dua yaitu :

1) Mereka jangan diberi bagian zakat, karena Allah telah memperkuat agama Islam, sehingga tidak dibutuhkan menarik hati mereka terhadap Islam melalui harta.

2) Mereka harus diberi dan jika harus diberi maka diambilkan dari zakat atau dari bagian Kas Kemaslahatan/Kesejahteraan. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.569).



D. RIQAB

Dalam kitab Hukum Zakat yang dibuat oleh DR. Yusuf Qardawi bagian Riqab tidak diserahkan pada tangan-tangan mereka, akan tetapi mereka dijadikan sasaran zakat karena sesuatu kemaslahatan yang berhubungan dengannya. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal. 584).







E. GHARIM

Bagian Ghorim dalam menerima zakat bisa dilakukan dengan melunasi hutangnya dan hutang itu bersifat untuk kemaslahatan dirinya sendiri serta agama dan seseorang tersebut benar-benar tidak mememiliki harta untuk melunasi hutangnya. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.596-598)



F. FI SABILILLAH

Fi Sabilillah berhak menerima zakat berupa pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan memberikan upah atau gaji yang secukupnya dan tidak terlalu berlebihan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.610-644)



G. IBNU SABIL

Menurut kitab Hukum Zakat, Yusuf Qardawi ada lima bagian untuk penerimaan Ibnu Sabil yaitu :

1) Ibnu Sabil berhak diberi biaya dan pakaian hingga mencukupi atau berhasil sampai pada tempat hartanya, apabila ia memiliki harta di tengah perjalanannya.

2) Persiapkan untuknya kendaraan, apabila perjalanannya jauh.

3) Diberi semua biaya perjalanan dan tidak boleh lebih dari itu.

4) Dia diberi harta zakat, apakah ia sanggup berusaha atau tidak.

5) Dia diberi sesuatu yang mencukupi untuk pergi dan pulang. (Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Hal.659).





MENGHITUNG ZAKAT PENGHASILAN : BRUTO ATAU NETTO?



Zakat penghasilan atau zakat profesi (al-mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang /lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). contohmya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejennisnya.

Hukum zakat penghasilan berbeda pendapat ulama' fiqh. mayoritas ulama' madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan setahun (haul). namun para ulama' mutaakhirin seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian majma' fiqh dan fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 menegaskan bahwa : zakat penghasilan itu hukumnya wajib.

Hal ini mengacu pada pendapat sebgian sahabat ( Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu'awiyah), Tabiin ( Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberpa ulama' fiqh lainnya. ( al-fiqh al-islami wa adillatuh. 2/866)

Juga berdasarkan firman Allah SWT: "... ambilah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka... ( QS. al-Taubah. 9:103)

dan firman Allah SWT: " Hai orang-orang yang beriman! nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..." ( QS. al-Baqarah. 2:267)

Juga berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Keluarkanlah olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian".

dan hadits dari Abu Hurairah r,a Rasulullah saw bersabda: " Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. tangan atas lebih baik daripada tangan dibawah. mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu". ( HR. Ahmad)

Selain itu, juga bisa dijadikan bahan pertimbangan apa yang dijelaskan oleh penulis terkenal dari Messir, Muhammad Ghazali dalam bukunya 'al-islam wal audl' aliqtishadiya': "Sangat tidak logik kalau tidak mewajibkan zakat kpd profesional seperti dokter yang penghasilannya sebulan bisa melebihi penghasilan petani setahun".

Jika kita mengikuti pendapat ulama' yang mewajibkan zakat penghasilan, lalu bagaimana cara mengeluarkannya. dikeluarkan penghasilan dari jumlah kotor (brutto) atau penghasilan bersih (netto)? ada tiga wacana tenatng brutto atau netto.



BRUTTO ATAU NETTO

Dalam buku fiqh zakat karya DR Yusuf al-Qardlawi. bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:

1. Menghitung berdasarkan pemasukan brutto. yaitu mengeluarkan zakat dari total penghasilan kotor. artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2.5% langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai Rp. 2 jutaX 12 bulan= 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2.5% dari Rp. 2 juta tiap bulan = 50 ribu atau dibayar di akhir tahun = Rp. 600 ribu. hal ini berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan 'Auza'i, beliau menjelaskan: "bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya" ( Ibnu Abi Syaibah, al-mushannif.4/30)

dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma'dzan dan rikaz.



2. Menghitung setelah dipotong operasional kerja. yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja. contohnya, seorang yang dapat gaji Rp. 2 juta sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu. sisa 1500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2.5% dari Rp. 1500.000,- = Rp. 37500,-

hal ini menganalogikan dg zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. itu adalah pendapat 'Atho' dan lain-lain. dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.



3. Pengeluaran netto atau Zakat bersih. yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat. tapi kalau tidak mencapai nisab ya tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki ( orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq ( orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: ".... dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan...". ( lihat: DR Yusuf Al-Qardlawi. fiqh Zakat. 486 )



Kesimpulan.

Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2.5%. Boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Namun sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusydi bahwa zakat itu Ta’abbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian pendapat ulama' membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya operasional kerja atau kebutuhan pokok sehari- hari

Semoga dengan zakat, harta menjadi bersih, berkembang, berkah, bermanfaat dan meneyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah swt. amiin yaa mujibassailin. Wallahua’lam.

disarikan dari artikel BAZ Jatim:
- KH. Abdurrahman Navis, M.Ag

- DR. KH. Faishol Haq, M.Ag

Tidak ada komentar: